PENDEKATAN MATEMATIKA REALISTIK INDONESIA (PMRI)
Kata
“realistik” merujuk pada pendekatan dalam pendidikan matematika yang telah
dikembangkan di Belanda selama kurang lebih 30 tahun. Pembelajaran yang
menekankan penggunaan masalah kontekstual sebagai titik awal pembelajaran
matematika adalah Realistic Mathematics Education (RME). RME kemudian diadaptasi
oleh Indonesia, yang kemudian dinamakan dengan Pendidikan Matematika Realistik
Indonesia (PMRI). Pendekatan ini mengacu pada pendapat Freudenthal yang mengatakan bahwa matematika harus
dikaitkan dengan realita dan matematika merupakan aktivitas manusia. Pertama,
matematika harus dekat terhadap siswa dan harus dikaitkan dengan situasi
kehidupan sehari-hari. Kedua, matematika sebagai aktivitas manusia, sehingga
siswa harus diberi kesempatan untuk belajar melakukan aktivitas matematisasi
pada semua topik dalam matematika
PMRI
adalah teori pembelajaran yang bertitik tolak dari hal-hal yang 'real' atau pernah dialami siswa,
menekankan keterampilan proses 'doing
mathematics', berdiskusi dan berkolaborasi, berargumentasi dengan teman
sekelas sehingga mereka dapat menemukan sendiri ('student inventing') sebagai kebalikan dari ('teacher telling') dan pada akhirnya menggunakan matematika itu
untuk menyelesaikan masalah baik secara individu maupun kelompok. Peran guru
dalam penelitian ini, tak lebih dari seorang fasilitator, moderator atau
evaluator sementara peran siswa lebih banyak dan aktif untuk berfikir,
mengkomunikasikan argumentasinya, menjustifikasi jawaban mereka, serta melatih
nuansa demokrasi dengan menghargai strategi atau pendapat teman lain. Atau
dengan kata lain PMRI adalah salah satu pendekatan pembelajaran yang akan
menggiring siswa memahami konsep matematika dengan mengkontruksi sendiri
melalui pengetahuan sebelumnya yang berhubungan dengan kehidupan sehari-hari,
menemukan sendiri konsep sehingga belajarnya menjadi bermakna.
Tiga prinsip PMRI
1.
Guided reinvention and didactical phenomenology
Karena
matematika dalam belajar PMRI adalah sebagai aktivitas manusia maka guided reinvention dapat diartikan bahwa
siswa hendaknya dalam belajar matematika harus diberikan kesempatan untuk
mengalami sendiri proses yang sama saat matematika ditemukan. Prinsip ini dapat
diinspirasikan dengan menggunakan prosedur secara informal. Upaya ini akan
tercapai jika pengajaran yang dilakukan menggunakan situasi yang berupa
fenomena-fenomena yang mengandung konsep matematika dan nyata terhadap
kehidupan siswa.
2.
Progressive mathematization
Situasi
yang berisikan fenomena yang dijadikan bahan dan area aplikasi dalam pengajaran
matematika haruslah berangkat dari keadaan yang nyata terhadap siswa sebelum
mencapai tingkatan matematika secara formal. Dalam hal ini dua macam
matematisasi haruslah dijadikan dasar untuk berangkat dari tingkat belajar
matematika secara real ke tingkat belajar matematika secara formal.
3.
Self-developed models
Peran
self-developed models merupakan
jembatan bagi siswa dari situasi real ke situasi konkrit atau dari informal
matematika ke formal matematika. Artinya siswa membuat model sendiri dalam
menyelesaikan masalah. Pertama adalah model suatu situasi yang dekat dengan
alam siswa. Dengan generalisasi dan formalisasi model tersebut akan menjadi
berubah menjadi model-of masalah
tersebut. Model-of akan bergeser
menjadi model-for masalah yang
sejenis. Pada akhirnya akan menjadi model dalam formal matematika.
Karakteristik PMRI
PMRI mempunyai
lima karakteristik yang sesuai dengan karakteristik RME ( de Lange, 1987, 1996;
Treffers, 1991; Gravemeijer, 1994, Zulkardi, 2002). Secara ringkas kelimanya
adalah:
1.
Menggunakan
masalah kontekstual
Masalah
kontekstual sebagai aplikasi dan sebagai titik tolak dari mana matematika yang
diinginkan dapat muncul.
2.
Menggunakan
model atau jembatan dengan instrumen vertikal
Perhatian di
arahkan pada pengembangan model, skema dan simbolisasi dari pada hanya
mentransfer rumus atau matematika formal secara langsung.
3. Menggunakan kontribusi siswa
Kontribusi yang besar pada proses
belajar mengajar diharapkan dari kontsruksi siswa sendiri yang mengarahkan
mereka dari metode informal mereka ke arah yang lebih formal atau standar.
4. Interaktivitas
Negosisasi secara eksplisit,
intervensi, kooperasi dan evaluasi sesama siswa dan guru adalah faktor penting
dalam proses belajar secara konstruktif dimana strategi informal siswa
digunakan sebagai jantung untuk mencapai yang formal.
5. Terintegrasi dengan topik pembelajaran lainnya
Pendekatan holistik, menunjukkan
bahwa unit-unit belajar tidak akan dapat dicapai secara terpisah tetapi
keterkaitan dan keterintegrasian harus di eksploitasi dalam pemecahan masalah.
Model
Pembelajaran PMRI
Untuk mendesain suatu
model pembelajaran berdasarkan teori PMRI, model tersebut harus
merepresentasikan karakteristik PMRI baik pada tujuan, materi, metode dan
evaluasi (Zulkardi, 2002; 2004).
1. Tujuan
Dalam mendesain
tujuan haruslah melingkupi tiga level tujuan dalam RME: lower level, middle level, and high level’. Jika pada level awal
lebih difokuskan pada ranah kognitif maka dua tujuan terakhir menekankan pada
ranah afektif and psikomotorik seperti kemampuan berargumentasi, berkomunikasi,
justifikasi dan pembentukan sikap kritis siswa.
2. Materi
Desain suatu
open material atau materi terbuka yang disituasikan dalam realitas, berangkat
dari konteks yang berarti; yang membutuhkan; keterkaitan garis pelajaran
terhadap unit atau topik lain yang real secara original seperti pecahan dan
persentase; dan alat dalam bentuk model atau gambar, diagram dan situasi atau
simbol yang dihasilkan pada saat proses pembelajaran. Setiap konteks biasanya
terdiri dari rangkaian soal-soal yang menggiring siswa kepenemuan konsep
matematika suatu topik.
3. Aktivitas
Atur aktivitas
siswa sehingga mereka dapat berinteraksi sesamanya, diskusi, negosiasi, dan
kolaborasi. Pada situasi ini mereka mempunyai kesempatan untuk bekerja,
berfikir dan berkomunikasi tentang matematika. Peranan guru hanya sebatas
fasilitator atau pembimbing, moderator dan evaluator.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar